Makalah Metode Dakwah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari sering
kita jumpai kenyataan bahwa tata cara memberikan sesuatu lebih penting dari
sesuatu yang diberikan itu sendiri. Yang mana kita ibaratkan bagaikan Semangkok
teh pahit dan sepotong ubi goreng yang disajikan dengan cara sopan,ramah dan
tanpa sikap yang dibuat-buat,akan lebih terasa enak disantap ketimbang seporsi
makanan lezat,mewah dan mahal harganya,tetapi disajikan dengan cara kurang ajar,tidak
sopan dan menyakitkan hati orang yang menerimanya.
Gambaran diatas membersitkan
ungkapan bahwa tata cara atau metode lebih penting dari materi,yang dalam
bahasa arab dikenal dengan “Al-Thariqah abammu min al-maddah”.
Ungkapan ini sangat releven dengan kegiatan dakwah.
Aktivitas dakwah pada awalnya
hanyalah merupakan tugas sederhana yakni kewajiban untuk menyampaikan apa yang
diterima dari rasullullah SAW,walaupun hanya satu ayat.
Hal ini dapat dipahamai sebagaimana
yang ditegaskan oleh hadits Rasullah SAW : “ Balighu ‘anni walau ayat”.
Inilah yang membuat kegiatan atau aktivitas dakwah boleh dan harus dilakukan
oleh siapa saja yang mempunyai rasa keterpanggilan untuk menyebarkan
nilai-nilai islam.
Oleh karena itu aktivitas dakwah
memang harus berangkat dari kesadaran pribadi yang dilakukan oleh orang per
orang dengan kemampuan minimal dari siapa saja yang dapat melakukan dakwah.
Kegiatan dakwah sering diguluti oleh para dai dan da’iyah secara tradisional
secara lisan dalam bentuk ceramah dan pengajian.
Yang mana para da’I berpindah
dari satu majelis ke majelis yang lainnya. Akan tetapi berkembangnya zaman
dakwah sekaramg ini tidak lagi dilakukan secara tradisional.Dakwah sekarang
sudah menjadi satu profesi yang menuntut skill,planning dan manajemen
handal.Hal ini telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam Al-quran surat Ali Imron
ayat 104:
Artinya: ‘’dan
hendaklah ada diantara kamu,satu golongan yang mengajak (manusia) kepada
kebaikan,dan menyuruh mereka melakukan yang baik dan mencegah mereka dari
perbuatan munkar dan mereka itulah orang-orang yang berhasil)”.
Ali-imron:104.
Memahami esensi dari makna dakwah
itu sendiri,kegiatan dakwah sering dipahami sebagai upaya untuk memberikan
solusi islam terhadap berbagai masalah dalam kehidupan. Untuk itu dakwah harus
dikemas dengan cara dan metode yang tepat dan pas. Karenanya memilih cara dan
metode yang tepat agar dakwah menjadi actual,factual,dan kontekstual menjadi
bahagiaan strategis dan kegiatan dakwah itu sendiri. Untuk lebih jelasnya akan
dibahas di bab selanjutnya mengenahi kewajiban dan metode dakwah.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa arti
dari Dakwah tersebut?
2. Bagaimana
kewajiban dakwah bagi setiap umat islam?
3. Metode yang
seperti apa yang dapat diterapkan ?
C. Tujuan
Maksud disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Hadits PM(Pengembangan Masyarakat). Adapun tujuan dari penyusunan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Mahasiswa
mampu Menjelaskan
pengertian
dari Dakwah
2.
Mampu
memahami bagaimana metode berdakwah serta kewajiban dakwah yang dapat
diterapakan di dalam kehidupan umat muslim khususnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Dakwah
Sebelum kita tahu mengenahi
kewajiban dakwah kita harus lebih dahulu mampu atau memahami arti dari dakwah
itu sendiri. Arti dakwah itu sangat bermacam-macam ada yang menyebutkan bahwa
dakwah berarti kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang
lain untuk beriman dan taat kepada Allah SWT, sesuai dengan garis akidah,
syariat dan akhlak Islam. Secara bahasa, dakwah merupakan masdar (kata benda)
dari kata kerja “da’a yad’u “ yang artinya “panggilan”, “seruan”
atau “ajakan”.
Oleh karena itu dapat disimpulkan
bahwa berdakwah adalah aktivitas menyeru manusia kepada Allah SWT dengan
hikmah dan pelajaran yang baik dengan harapan agar objek dakwah yang kita
dakwahi beriman kepada Allah SWT dan mengingkari thagut (semua yang di abdi
selain Allah) sehingga mereka keluar dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya
Islam. Orang yang berdakwah disebut dai (juru dakwah), sedangkan obyek dakwah
disebut mad’u. Setiap dakwah hendaknya bertujuan untuk mewujudkan kebahagiaan
dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat yang diridai oleh Allah.
B. Kewajiban
Dakwah
Sebagaimana yang telah dijelaskan
pada ayat diatas pada dasarnya setiap Muslim dan Muslimah diwajibkan untuk
mendakwahkan Islam kepada orang lain, baik Muslim maupun Non Muslim.
Ketentuan semacam ini didasarkan pada firman Allah swt :
“Dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang
yang beruntung” (QS. Al-Imran : 104).
Tafsirannya menurut Ibnu Kasir
yaitu:
Allah SWT berfirman bahwasanya
hendaklah ada dari kalian sejumlah orang yang bertugas untuk menegakkan
perintah Allah, yaitu dengan menyeru orang-orang untuk berbuat kebajikan dan
melarang perbuatan yang mungkar, mereka adalah golongan yang beruntung. Adh
Dhahhak mengatakan,mereka adalah para sahabat yang terpilih,para mujaidin dan
para ulama.
Abu Ja’far Al-Baqir meriwayatkan
bahwa Rasulullah Saw, membacakan firman-Nya : ”Dan hendaklah ada diantara
kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan”(AliImran104). Kemudian
beliau Saw. bersabda : “Yang dimaksud dengan kebajikan ini ialah mengikuti
Al-Qur’an dan sunnahku.” Hadits diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih.Makna yang
dimaksud dari ayat ini ialah hendaklah ada segolongan orang dari kalangan umat
ini yang bertugas untuk mengemban urusan tersebut, sekalipun urusan tersebut
memang diwajibkan pula atas setiap individu dari umat ini.
Sebagaimana yang disebutkan di dalam
kitab Shahih Muslim dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah. Disebutkan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda : “Barang siapa di antara kalian melihat suatu
kemungkaran, hendaklah ia mencegahnya dengan tangannya.
Dan jika ia tidak mampu, maka
dengan lisannya. Dan jika masih tidak mampu juga, maka dengan hatinya, yang
demikian itu adalah selemah-lemah iman.”
Di dalam riwayat lain disebutkan : “Dan tiadalah dibelakang itu (selain dari itu) iman barang seberat biji sawi pun.”
Di dalam riwayat lain disebutkan : “Dan tiadalah dibelakang itu (selain dari itu) iman barang seberat biji sawi pun.”
Imam Ahmad mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Sulaiman Al-Hasyimi, telah menceritakan kepada kami
Ismail ibnu Ja’far, telah menceritakan kepadaku Amr ibnu Amu Amr, dari jarullah
ibnu Abdur Rahman Al-Asyhal, dari Hudzhaifah ibnu Yaman, bahwa Nabi Saw. pernah
bersabda :“Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya,
kalian benar-benar harus memerintahkan kepada kebajikan dan melarang perbuatan
mungkar, atau hampir-hampir Allah akan mengirimkan kepada kalian siksa dari
sisi-Nya, kemudian kalian benar-benar berdoa (meminta pertolongan kepada-Nya),
tetapi doa kalian tidak diperkenankan.”
Selain itu juga ada yang menafsirkan dari Departemen
Agama Pemerintah Indonesia yaitu: Untuk mencapai maksud tersebut perlu adanya
segolongan umat Islam yang bergerak dalam bidang dakwah yang selalu memberi
peringatan, bilamana nampak gejala-gejala perpecahan dan penyelewengan. Karena
itu pada ayat ini diperintahkan agar supaya di antara umat Islam ada segolongan
umat yang terlatih di bidang dakwah yang dengan tegas menyerukan kepada
kebaikan, menyuruh kepada yang makruf (baik) dan mencegah dari yang mungkar
(keji).
Dengan demikian umat Islam akan
terpelihara daripada perpecahan dan infiltrasi pihak manapun. Menganjurkan
berbuat kebaikan saja tidaklah cukup tetapi harus dibarengi dengan
menghilangkan sifat-sifat yang buruk.Siapa saja yang ingin mencapai kemenangan.
maka ia terlebih dahulu harus mengetahui persyaratan dan taktik perjuangan
untuk mencapainya, yaitu: kemenangan tidak akan tercapai melainkan dengan
kekuatan, dan kekuatan tidak akan terwujud melainkan dengan persatuan.
Persatuan yang kokoh dan kuat tidak akan tercapai kecuali dengan sifat-sifat
keutamaan. Tidak terpelihara keutamaan itu melainkan dengan terpeliharanya
agama dan akhirnya tidak mungkin agama terpelihara melainkan dengan adanya
dakwah.
Maka kewajiban pertama umat Islam
itu ialah menggiatkan dakwah agar agama dapat berkembang baik dan sempurna
sehingga banyak pemeluk-pemeluknya. Dengan dorongan agama akan tercapailah
bermacam-macam kebaikan sehingga terwujud persatuan yang kokoh kuat. Dari
persatuan yang kokoh tersebut akan timbullah kemampuan yang besar untuk
mencapai kemenangan dalam setiap perjuangan. Mereka yang memenuhi syarat-syarat
perjuangan itulah orang-orang yang sukses dan beruntung.Selain ayat diatas ada
juga dalil lain yang menjelaskan tentang kewajiban dakwah diantara sebagai
berikut:
Qs. Al-Imran:110
“Kamu adalah
umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan
mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik” .
Qs.
An-Nahl:125
” Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk ”.
Qs.
Fushishilat:33
” Siapakah
yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah,
mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang menyerah diri?” .
HR. Bukhari
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَلِّغُوا عَنِّي
وَلَوْ آيَةً
“Dari
‘Abdullah bin ‘Umar ra dituturkan, bahwasanya Rasulullah saw bersabda,
“Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat”.
HR. Muslim
مَنْ رَأَى
مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
“Siapa saja
yang melihat kemungkaran hendaknya ia mengubah dengan tangannya. Jika dengan
tangan tidak mampu, hendaklah ia ubah dengan lisannya; dan jika dengan lisan
tidak mampu maka ubahlah dengan hatinya; dan ini adalah selemah-lemah iman.”
HR. Imam
Ahmad
إِنَّ
اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَا يُعَذِّبُ الْعَامَّةَ بِعَمَلِ الْخَاصَّةِ حَتَّى
يَرَوْا الْمُنْكَرَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْهِمْ وَهُمْ قَادِرُونَ عَلَى أَنْ
يُنْكِرُوهُ فَلَا يُنْكِرُوهُ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَذَّبَ اللَّهُ
الْخَاصَّةَ وَالْعَامَّةَ
“Sesungguhnya
Allah tidak akan mengadzab orang-orang secara keseluruhan akibat perbuatan
mungkar yang dilakukan oleh seseorang, kecuali mereka melihat kemungkaran itu
di depannya, dan mereka sanggup menolaknya, akan tetapi mereka tidak
menolaknya. Apabila mereka melakukannya, niscaya Allah akan mengadzab orang
yang melakukan kemungkaran tadi dan semua orang secara menyeluruh.”
HR.
Turmudziy, Abu 'Isa berkata, hadits ini hasan
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي
عَمْرٍو عَنْ عَبْدِ اللَّهِ الْأَنْصَارِيِّ عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي
بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنْ الْمُنْكَرِ أَوْ
لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُونَهُ
فَلَا يُسْتَجَابُ لَكُمْ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ حَدَّثَنَا
عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ أَخْبَرَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ
أَبِي عَمْرٍو بِهَذَا الْإِسْنَادِ نَحْوَهُ
“Demi Dzat
Yang jiwaku ada di dalam genggaman tanganNya, sungguh kalian melakukan amar
makruf nahi ‘anil mungkar, atau Allah pasti akan menimpakan siksa; kemudian
kalian berdoa memohon kepada Allah, dan doa itu tidak dikabulkan untuk kalian”.
Riwayat-riwayat di atas merupakan
dalil yang sharih mengenai kewajiban dakwah atas setiap Mukmin dan Muslim.
Bahkan, Allah swt mengancam siapa saja yang meninggalkan dakwah Islam, atau
berdiam diri terhadap kemaksiyatan dengan “tidak terkabulnya doa”. Bahkan, jika
di dalam suatu masyarakat, tidak lagi ada orang yang mencegah kemungkaran,
niscaya Allah akan mengadzab semua orang yang ada di masyarakat tersebut, baik
ia ikut berbuat maksiyat maupun tidak. Kenyataan ini menunjukkan dengan sangat
jelas, bahwa hukum dakwah adalah wajib, bukan sunnah. Sebab, tuntutan untuk
mengerjakan yang terkandung di dalam nash-nash yang berbicara tentang dakwah
datang dalam bentuk pasti. Indikasi yang menunjukkan bahwa tuntutan dakwah
bersifat pasti adalah, adanya siksa bagi siapa saja yang meninggalkan dakwah.
Ini menunjukkan, bahwa hukum dakwah adalah wajib.
C. Metode
Dakwah
Metode dakwah merupakan cara yang
digunakan oleh umat islam dalam rangka mengajak menyampaikan atau menyeru orang
lain untuk mengikuti, menyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran islam. Adapun
metode dakwah yang dapat dilakukukan oleh setiap muslim sangatlah bermacam-macam.
Berdasarkan Al-quran metode dakwah terbagi atas tiga kategori diantaranya
yaitu:
1.
Al –Hikmah (اا لحكمة)
a.
Pengertian
bi al-Hikmah
Kata “hikmah” dalam al-quran
disebutkan sebanyak 20 kali baik dalam bentuk nakiroh maupun ma’rifat. Bentuk
masdarnya adalah “hukman” yang diartikan secara makna aslinya adalah mencegah.
Jika dikaitkan dengan hukum berarti mencegah dari kezaliman,dan jika dikaitkan
dengan dakwah berarti menghindari hal-hal yang kurang releven dalam
melaksanakan tugas dakwah. Orang yang memiliki hikmah disebut al-hakim yaitu
orang yang memilki pengetahuan yang paling utama dari segala sesuatu. Menurut
iman Abdullah bin Ahmad Mahmud An-Nasafi,arti hikmah yaitu:
"باِ
لْحِكْمَةً "أَي ِبلَمقا لة الصحيحة المحكمة وهو الدليل المو ضح للحق المزيل
للشبهة.
“dakwah bil-hikmah adalah dakwah dengan menggunakan
perkataan yang benar dan pasti yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran dan
menghilangkan keraguan.
Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa
al-hikmah adalah merupakan kemampuan dan ketetapan da’I dengan kondisi objektif
mad’u . Al-hikmah merupakan kemampuan da’I dal;am menjelaskan
doktrin-doktrin islam serta realitas yang ada dengan argumentasi logis dan
bahasa yang komunikatif. Oleh karena itu al-hikmah sebagai sebuah system yang
menyatukan antara kemampuan teoritis dan praktis dalam berdakwah.
b.
Hikmah dalam
dakwah
Dari
penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa hikmah dakwah dalam
dunia dakwah mempunyai posisi yang sangat penting yaitu dapat menentukan sukses
tidaknya dakwah. Dalam menghadapi mad’u yang beragam tingkat
pendidikan,strata social dan latar belakang budaya,para da’I memerlukan
hikmah,sehingga ajaran islam mampu memasuki ruang hati para mad’u dengan
tepat. Oleh karenaitu para da’I dituntut untuk mampu memahami dan mengerti
sekaligus memanfaatkan latar belakangnya sehingga ide-ide yang diterima
dirasakan sebagai sesuatu yang menyentuh dan menyejukkan kalbumya. Hikmah
merupakan pokok awal yang harus dimilki oleh seorang da’I dalam
berdakwah. Karena, dengan hikmah akan lahir kebijaksanaan dalam menerapkan
langkah-langkah dakwah baik secara metodologis maupun praktis. Oleh karena itu
hikmah memilki multi definisi mengandung arti dan makna yang bervbeda
tergantung dari mana sisi man melihatnya.
2.
Al-Mau’idza
Al-Hasanah (المو عظة الحسنة)
Secara
bahasa,Mau’izhah hasanah terdiri dari dua kata,yaitu mau’izahah dan
hasanah. Kata mau’izhah berasal dari kata wa’adza-ya’idzu-wa’adzan-‘idzatan
yang berarti nasihat,bimbingan,pendidikan,dan peringatan,sementara hasanah
merupakan kebalikan dari sayyi’ah yang artinya kebaikan lawannya
kejelekan. Adapun secara istilah ada beberapa pendapan antara lain:
·
Menurut Iman
Abdullah bin Ahmad an-Nasafi yang dikutip oleh H.Hasanudin adalah sebagai
berikut:
والمو عظة
الحسنة وهئ الةئ لا يخفئ عليهم أنك تنا صحهم بها وتقصدما ينفعهم فيها او باالقر أن
“al-mau’izhah al-hasanah”adalah (perkataan-perkataan)
yang tidak tersembunyi bagi mereka,bahwa engkau memberikan nasihat dan
menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan al-quran.
Mau’izhah hasanah dapat diartikan sebagai ungkpan yang
mengandung unsure bimbingan,pendidikan,pengajaran,kisah-kisah,berita
gembira,peringatan,pesan-pesan positif(wasiyat)yang bisa dijadikan pedoman
dalam kehidupan agar dapatkan keslamatan dunia dan akhirat. Jadi dapat
disimpulkan bahwa mau’idzatul hasanah akan mengandung arti kata-kata yang masuk
ke dalam qalbu dengan penuh kasih saying dan ke dalam persaan dengan penuh
kelembutan tidak membongkar atau membeberkan kesalahan orang lain sebab kelemah
lembutan dalam menasehati seringkali dapat meluluhkan hati keras dan
menjinakkan kalbu yang liar,ia lebih mudah melahirkan kebaikan daripada
larangan dan ancaman. Pada dasarnya model Mau’idzah yaitu dengan
Tandzir(memberi peringatan kepada yang lupa),serta Tabzyir(member kabar gembira
kepada mereka yang taat).
3.
Al-Mujadalah
Bi-al-lati Hiya Ahsan (الجا دلة ب لتئ هي
احسن)
Dari segi etimologi (bahasa)
lafazh mujadalah terambil dari kata “jadala”yang bermakna memintal,melilit.
Apabila ditambahkan alif pada huruf jim mengikuti wazan faa ala,”jaa
dala”dapat bermakna berdebat,dan “mujaadalah”perdebatan.
Kata “jadala” dapat bermakna
menarik tali dan mengikatnya guna menguatkan sesuatu. Orang yang berdebat
bagaikan menarik dengan ucapan untuk menyakinkan lawannya dengan menguatkan
pendapaat melalui argumentasi yang disampaikan. Menurut tafsir an-nasafi kata
ini mengandung:
وَ جاَ
دِلهُم باِلتئِ هِيَ اَحْسَنُ" باِلَّطَّريْقَةِ الَّتِئ هِيَ اَحْسَنُ
طُرُقِ الْمُجَدَلَةِ مِنَ الْرِفْقِ وا لَلَّيْنِ مِنْ غَيْرِ فَظَا ظَةٍ اَوْ
بِمَا يُوْ قِظُ الْقُلُوْ بَ وَيَعِدُظُ الُّنُّفَوْ سَ وَ يَحْلُو الْعُقُوْ
لَ,وَهُوَ رد ءلئَ مَنْ ياَ بَي الْمُنَ ظَرَ ةً فِئ الّدّيْنِ
Berbantahahan dengan baik yaitu
dengan jalan yang sebaik-baiknya dalam bermnujadalah,antara lain dengan
perkataan yang lunak lemah lembut,tidak dengan ucapan yang kasar atau dengan
mempergunakan sesuatu(perkataan)yang bisa menyadarkan hati,membangun jiwa dan
menerangi akal pikiran ini merupakan penolakan bagi orang yang enggan melakukan
perdebatan dalam agama.
Dari pengertian diatas dapatlah
diambil kesimpulan bahwa al-mujadalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan
oleh dua pihak secara sinergis yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan
agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan
bukti yang kuat. Pada dasarnya model Mujadalah dengan cara dialog,berdiskusi
maupun seminar.
Selain berdasarkan Al-quran,hadits
juga menjabarkan bahwa hadits memberikan tiga operasional metode dakwah
diantaranya yaitu:
a.
Bilyadi : Teknik layanan sosial,Penulisan,Pembebasan/ hijrah,Jihad
b.
Billisan : Mauidhoh, Mujadalah
c.
Bilqolbi : Doa/Diam,Internalisasi diri, Hijrah.
BAB III
PENUTUP
Dakwah merupakan kegiatan yang bersifat menyeru,
mengajak dan memanggil orang lain untuk beriman dan taat kepada Allah SWT,
sesuai dengan garis akidah, syariat dan akhlak Islam. Didalam berdakwah
mengenal tentang kewajiban dakwah yang mana kewajiban dakwah itu telah
dijelaskan pada dalil-dalil diatas yang sahih bahwa dakwah merupakan kewajiban
bagi setiap muslim. Yang mana Allah swt mengancam siapa saja yang meninggalkan
dakwah Islam, atau berdiam diri terhadap kemaksiyatan dengan “tidak terkabulnya
doa”. Bahkan, jika di dalam suatu masyarakat, tidak lagi ada orang yang
mencegah kemungkaran, niscaya Allah akan mengadzab semua orang yang ada di
masyarakat tersebut, baik ia ikut berbuat maksiyat maupun tidak. Kenyataan ini
menunjukkan dengan sangat jelas, bahwa hukum dakwah adalah wajib, bukan sunnah.
Sebab, tuntutan untuk mengerjakan yang terkandung di dalam nash-nash yang
berbicara tentang dakwah datang dalam bentuk pasti. Indikasi yang menunjukkan
bahwa tuntutan dakwah bersifat pasti adalah, adanya siksa bagi siapa saja yang
meninggalkan dakwah.
Selain itu berdakwah dapat dilakukan dengan berbagai
macam cara atau metode yang mana di dalam al-quran menyebutkan bahwa metode
berdakwah ada dua yaitu hikmah,mau’izhah,dan al-mujadalah akan tetapi hadits
juga memaparkan menjadi tiga yaitu bilyadi,billisan dan bilqolbi.
Selain itu
berdakwah dapat dilakukan dengan berbagai macam cara atau metode yang mana di
dalam al-quran menyebutkan bahwa metode berdakwah ada dua yaitu
hikmah,mau’izhah,dan al-mujadalah akan tetapi hadits juga memaparkan menjadi
tiga yaitu bilyadi,billisan dan bilqolbi.
Drs.
H.Munzier Suparta,M.A,dkk,”Metode Dakwah”.(Jakarta:Kencana,2006).
Komentar
Posting Komentar