Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2015

Abu Nawas Melarang Rukuk dan Sujud dalam Shalat

Khalifah Harun Al-Rasyid marah besar pada sahibnya yang karib dan setia, yaitu Abu Nawas. Ia ingin menghukum mati Abu Nawas setelah menerima laporan bahwa Abu Nawas mengeluarkan fatwa tidak mau rukuk dan sujud dalam shalat. Lebih lagi, Harun Al-Rasyid mendengar Abu Nawas mengatakan bahwa dirinya khalifah yang suka fitnah! Menurut pembantu-pembantunya, Abu Nawas layak dipancung karena melanggar syariat Islam dan menyebar fitnah. Khalifah mulai terpancing. Tapi untung ada seorang pembantunya yang memberi saran, hendaknya Khalifah melakukan tabayun (konfirmasi). Abu Nawas pun digeret menghadap Khalifah. Kini, ia menjadi pesakitan. “Hai Abu Nawas, benar kamu berpendapat tidak rukuk dan sujud dalam salat?” tanya Khalifah ketus. Abu Nawas menjawab dengan tenang,   “Benar, Saudaraku.” Khalifah kembali bertanya dengan nada suara yang lebih tinggi, “Benar kamu berkata kepada masyarakat bahwa aku, Harun Al-Rasyid, adalah seorang khalifah yang suka fitnah?” Abu Nawas

Pintu Akhirat

Tidak seperti biasa, hari itu Baginda tiba-tiba ingin menyamar menjadi rakyat biasa. Beliau ingin menyaksikan kehidupan di luar istana tanpa sepengetahuan siapa pun agar lebih leluasa bergerak. Baginda mulai keluar istana dengan pakaian yang amat sederhana layaknya seperti rakyat jelata. Di sebuah perkampungan beliau melihat beberapa orang berkumpul. Setelah Baginda mendekat, ternyata seorang ulama sedang menyampaikan kuliah tentang alam barzah. Tiba-tiba ada seorang yang datang dan bergabung di situ, la bertanya kepada ulama itu. "Kami menyaksikan orang kafir pada suatu waktu dan mengintip kuburnya, tetapi kami tiada mendengar mereka berteriak dan tidak pula melihat penyiksaan-penyiksaan yang katanya sedang dialaminya. Maka bagaimana cara membenarkan sesuatu yang tidak sesuai dengan yang dilihat mata?" Ulama itu berpikir sejenak kemudian ia berkata, "Untuk mengetahui yang demikian itu harus dengan panca indra yang lain. Ingatkah kamu dengan orang yang sedang

Abunawas Pengawal Raja

Alkisah, Abunawas bertugas menjadi pengawal raja, kemanapun Raja pergi Abunawas  selalu ada didekatnya . Raja membuat Undang Undang kebersihan lingkungan, yang pada salah satu fasalnya  berbunyi, Dilarang berak di sungai kecuali Raja atau seijin Raja, pelanggaran atas fasal  ini adalah hukuman mati. Suatu hari Raja mengajak Abunawas berburu ke hutan, ndilalah Raja kebelet berak,  karena di hutan maka Raja berak di sungai yang airnya mengalir ke arah utara. Raja berak di suatu tempat, eee Abunawas ikut berak juga di sebelah selatan dari Raja,  begitu Raja melihat ada kotoran lain selain kotoran nya, raja marah, dan diketahui yang  berak adalah Abunawas . Abunawas dibawa ke pengadilan, Abunawas divonis hukuman mati, sebelum hukuman  dilaksanakan, Abunawas diberi kesempatan membela diri, kata Abunawas  "Raja yang mulia, aku rela dihukum mati, tapi aku akan sampaikan alasanku kenapa aku  ikut berak bersama raja saat itu, itu adalah bukti kesetiaanku pada padu

Abu Nawas dan Kisah Enam Ekor Lembu yang Pandai Bicara

Pada suatu hari, Sultan Harun al-Rasyid memanggil Abu Nawas menghadap ke Istana. Kali ini Sultan  ingin menguji kecerdikan Abu Nawas. Sesampainya di hadapan Sultan, Abu Nawaspun menyembah.  Dan Sultan bertitah, “Hai, Abu Nawas, aku menginginkan enam ekor lembu berjenggot yang pandai  bicara, bisakah engkau mendatangkan mereka dalam waktu seminggu? Kalau gagal, akan aku penggal  lehermu. “Baiklah, tuanku Syah Alam, hamba junjung tinggi titah tuanku.”  Semua punggawa istana yang hadir pada saat itu, berkata dalam hati, “Mampuslah kau Abu Nawas!” Abu Nawas bermohon diri dan pulang ke rumah. Begitu sampai di rumah, ia duduk berdiam diri  merenungkan keinginan Sultan. Seharian ia tidak keluar rumah, sehingga membuat tetangga heran.  Ia  baru keluar rumah persis setelah seminggu kemudian, yaitu batas waktu yang diberikan Sultan  kepadanya.  Ia segera menuju kerumunan  orang banyak, lalu ujarnya, “Hai orang-orang muda, hari ini hari apa?”  Orang-orang yang menjawab benar aka

Abu Nawas dan Pengemis yang Kedinginan dalam Kolam

Ada seorang saudagar di Bagdad yang mempunyai sebuah kolam yang airnya terkenal sangat dingin.  Konon tidak seorangpun yang tahan berendam didalamnya berlama-lama, apalagi hingga separuh  malam. “Siapa yang berani berendam semalam di kolamku, aku beri hadiah sepuluh ringgit,” kata saudagar itu.  Ajakan tersebut mengundang banyak orang untuk mencobanya. Namun tidak ada yang tahan semalam,  paling lama hanya mampu sampai sepertiga malam. Pada suatu hari datang seorang pengemis kepadanya. “Maukah kamu berendam di dalam kolamku ini  semalam? Jika kamu tahan aku beri hadiah sepuluh ringgit,” kata si saudagar. “Baiklah akan kucoba,” jawab si pengemis. Kemudian dicelupkannya kedua tangan dan kakinya ke  dalam kolam, memang air kolam itu dingin sekali. “Boleh juga,” katanya kemudian. “Kalau begitu nanti malam kamu bisa berendam disitu,” kata si saudagar. Menanti datangnya malam si pengemis pulang dulu ingin memberi tahu anak istrinya mengenai  rencana berendam di kolam

Abu Nawas dan Menteri yang Zalim

Di Negeri Baghdad dahulu kala ada seorang menteri yang dikenal sangat jahat perangainya,  sehingga ditakuti warganya. Ia tidak bisa melihat perempuan cantik, terutama istri orang, pasti  diambilnya.  Apabila membeli suatu barang, ia tidak pernah mau membayar. Ihwal itu lama  kelamaan sampai juga ke telinga Abu Nawas sehingga membuat hatinya panas.  Maka Abu Nawas  pun pasang niat tidak akan meninggalkan daerah itu sebelum sang menteri menghembuskan nafas  terakhir alias mati.  Kemudian Abu Nawas berangkat ke tempat menteri itu tinggal dan sengaja menyewa rumah yang  berdekatan untuk melakukan investigasi.  Setelah beberapa hari bergaul dengan penduduk di situ, ia  pun kenal dengan sang menteri dan bahkan bersahabat baik. Begitu baiknya pendekatan yang  dilakukan sampai-sampai menteri itu tidak bisa mencium rencana busuk Abu Nawas.  Abu Nawas boleh  masuk dan keluar rumah itu dengan bebas, sehingga ia tidak menaruh curiga sama sekali kepadanya.  Di dalam rumah